Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mendadak ramai, gubuk kecil yang dulu hening kini dipenuhi dengan ribuan orang setiap harinya. Ponari dan batu petirnya, merekalah penyebabnya. Bocah kelahiran Jombang, 6 Juli 1999, putra tunggal pasangan Mukaromah-Kamsen ini tiba-tiba dikenal memiliki ”kekuatan” luar biasa. Ia bisa mengobati beragam penyakit. Kekuatannya berkaitan dengan sebuah batu yang didapatnya pada 12 Desember 2008. Hanya dengan mencelupkan sang batu keair, maka jadilah air itu obat yang mampu mengalahkan pengobatan medis. Harapan disertai keyakinan menyatu di dalam hati para pasein, meskipun sempat dihentikan demi keamanan, namun semua itu tidak membuat masyarakat berhenti untuk datang. Yang lebih membuat hati risih, yaitu saat praktek sang dukun dihentikan, mereka tidak segan-segan mengambil sesuatu yang sangat menjijikan : air cumberan, bekas mandi dan bahkan bekas air kencing sang dukunpun terpaksa mereka ambil sebagai pengganti air bekas celupan batu petir. Akal tidak lagi menjadi alat pertimbangan, demi kesembuhan apapun mereka lakukan, mungkin mereka sudah putus asa dengan pengobatan medis yang tak kunjung sembuh atau biaya berobat yang semakin mahal .

Sang dukun Ponari sanggup menyihir hati masyarakat, bukan hanya akal sehat yang dikorbankan, tapi keimanan. Keyakinan pada ponari dan batu petirnya yang mampu menyembuhkan segala penyakit, inilah yang dikhawatirkan akan menjerumuskan aqidah seseorang. Bukankah kita semua tahu, meyakini sesuatu benda baik yang bisa memberi menfaat atau mudharat termasuk syirik ? Inilah yang penulis maksud :“Pengobatan ala ponari berbahaya besar” kenapa ? sebab syirik adalah bahaya yang sangat besar bagi keimanan seseorang. Orang boleh saja percaya dan mengambil menfaat (berkat/kelebihan) dari suatu benda, tapi jika hal itu akan menjadi sebuah “hakikat keyakinan“ inilah yang harus kita singkirkan.

Banyak metode-metode pengobatan yang dilakukan, dari pengobatan medis sampai pengobatan alternative. Untuk itu kita harus cerdas memilih, pengobatan yang betul-betul teruji secara klinis dan yang sesuai dengan syari’at Allah SWT. Dan yang terpenting, akal dan keimanan harus tetap menjadi pertimbangan. Ingatlah hanya Allah SWT satu-satunya yang Maha Menyembuhkan, “tidak ada selainpun selain diri-Nya”.

Sejak diimplementasikannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, membuat hati semua orang berbunga-bunga, terutama bagi yang satu ini “Umar Bakeri” kabahagian ini bertambah ketika namanya tercantum sebagai peserta yang lulus dalam kualifikasi sertifikasi. Baginya, lulus sertifikasi berarti mendapatkan suatu tunjangan, tunjangan sama halnya dengan uang, dan uang sama dengan kesejahteraan. Ia tidak perlu lagi mencari-cari ojekan atau kerjaan sampingan yang kadangkala harus mengorbankan atau mengalahkan waktunya untuk mengajar. Kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para guru bukan tanpa tujuan, Tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional itulah yang dikehendaki pemerintah.”Mencerdaskan kehidupan bangsa” inilah harga yang harus dibayar dari sebuah sertifikasi. harus disadari, bahwa sebagai Umar Bakeri kualitas dan profesionalismenya kini jadi taruhan. Untuk itulah sebagai Umar Bakeri, sudah seharusnya….

  1. Berusaha menambah keilmuannya sebagai seorang pendidik, baik yang sesuai dengan bidang studi yang dipegang maupun bidang keilmuan yang lainnya.

  2. Berusaha merubah metode dan gaya pendekatan dalam proses belajar mengajar agar menjadi lebih baik

  3. Berusaha merubah sikap yang masih bergaya “colonial”. Kekerasan dalam dunia pendidikan tidak perlu terjadi lagi.

  4. Berusaha merubah citranya sebagai guru menjadi lebih baik. Ia ingin dirinya menjadi teladan (uswatun hasanah) baik bagi peserta didiknya maupun dilingkungan tempat ia tinggal.

“Jika qualitas dan profesionlisme guru sudah terpenuhi, apakah berarti Tujuan Pendidikan Nasional (TPN) akan tercapai ?”. “Tidak…tidak mungkin!” TPN tidak akan tercapai selama….

  1. Serana dan prasarana pendidikan masih kurang atau tidak pernah dibenahi sama sekali

  2. Masih ada kesenjangan antara pusat dan daerah, antara kota dan desa, antara sekolah dan madrasah, antara negeri dan swasta

  3. Kebijakan Kurikulum yang masih tidak menentu. Ganti menteri, ganti kurikulum. Akhirnya siswa bingung, orang tua bingung, guru bingung dan pemerintah sendiri ikut bingung.

  4. Orang tua peserta didik tidak tahu – menahu atau memang tidak pernah dilibatkan

Inilah do’a si Umar Bakeri “Mudah-mudahan ini bukan kenyataan di dalam mimpi, tapi betul-betul kenyataan di dalam kenyataan”.



BACK TO NATURE

Pengikut

Langganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner